Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) bersama platform CekSumber mengintensifkan sosialisasi chatbot pendeteksi hoaks berbasis artificial intelligence (AI) bernama CekSumber. Layanan ini diluncurkan pada Tular Nalar Summit, 26 Juni 2025, di Yogyakarta. Kini, kedua pihak mengoptimalkan teknologi itu agar publik bisa memverifikasi sumber berita asli cukup lewat WhatsApp.
Pengembang CekSumber, Andrew Daniel, menjelaskan chatbot ini dirancang untuk memudahkan publik memeriksa kebenaran informasi secara cepat dan efisien. Caranya sederhana, cukup simpan nomor +62 851 2108 7680 di ponsel, lalu kirimkan konten yang ingin diverifikasi via WhatsApp. Tanpa registrasi, sistem akan otomatis membaca konten, melakukan pencarian, lalu mencocokkannya dengan analisis AI untuk memastikan akurasinya.
Keunggulan CekSumber adalah kemampuannya memproses bukan hanya teks, tapi juga media visual seperti gambar dan video. Hasil pencarian akan disertai tautan sumber informasi sebagai bentuk transparansi.
Namun, Andrew mengakui ada keterbatasan teknis. Sistem belum mampu memeriksa tautan langsung dari media sosial, tapi dapat memverifikasi tangkapan layar dari platform tersebut. Saat ini, CekSumber mengandalkan data dari situs dan blog, dengan algoritma yang memprioritaskan sumber-sumber terpercaya.
“Seperti layanan AI lainnya, CekSumber tetap berpotensi keliru. Karena itu, kami selalu mengirimkan referensi sumber agar pengguna bisa memeriksanya kembali,” kata Andrew.
Menurut dia, pengguna tak perlu mengetik perintah khusus atau prompting rumit. Mengunggah foto atau video tanpa instruksi pun akan memicu sistem mencari sumber terkait. Pengguna juga bisa melanjutkan percakapan dengan pertanyaan lanjutan seputar topik yang sama.
Andrew menambahkan, CekSumber masih akan terus disempurnakan. Kolaborasinya dengan Mafindo bertujuan memperkuat literasi digital dan memerangi hoaks serta disinformasi.
Ketua Presidium Mafindo, Septiaji Eko Nugroho, menyebut kerja sama ini sebagai terobosan penting. AI dalam chatbot tersebut dilatih mengenali sumber kredibel, mulai dari media jurnalistik, situs pemeriksa fakta, hingga institusi otoritatif.
“Meski begitu, masyarakat tetap harus kritis. Potensi kekeliruan AI memang kecil, tapi cara baca lateral dan membandingkan informasi dari berbagai sumber tetap penting,” ujar Septiaji, yang akrab disapa Zek.
Ia berharap inisiatif ini dapat melindungi masyarakat dari hoaks, penipuan digital, hingga berbagai bentuk kejahatan siber yang masih marak. *