Seorang jurnalis Media Alkhairaat, Ikram, mendapat intimidasi setelah menulis laporan mengenai aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Kelurahan Poboya, Kota Palu.
Ancaman itu datang melalui pesan WhatsApp pada Kamis, 14 Agustus 2025, dari seseorang bernama Moh. Nasir Tula.
Sebelum itu, Ikram mengaku sudah beberapa kali diperingatkan secara langsung agar tak lagi menulis soal dugaan tambang emas ilegal di wilayah Poboya.
“Dia pernah bilang begitu saat bertemu di lapangan atau tempat lain,” kata Ikram di Palu, Jumat.
Puncaknya terjadi pada Kamis pagi sekitar pukul 07.22 WITA, sesaat setelah Media Alkhairaat memuat dua berita:
- Ratusan Truk Beraktivitas di PETI Poboya Angkut Material ke Lokasi Perendaman
- Ada Alat Berat Masuk di Tambang Ilegal Vatulela Diduga Kerja Sama dengan WNA
Dalam pesan WhatsApp, Nasir Tula menulis: “Kau buat terus berita menghantam tambang rakyat Poboya, kau tidak tahu di sana banyak warga yang mencari rejeki. Kalau itu ditutup, ke mana lagi warga mencari nafkah? Untuk terakhir kali saya ingatkan, hati-hati saja dengan berita itu. Apa cuma kau yang eksis terus buat berita tentang tambang rakyat Poboya? Sepertinya kau ini tidak bisa diajak berteman.”
Ikram membalas bahwa pemberitaan sudah sesuai dengan kode etik jurnalistik dan keputusan redaksi. Namun Nasir Tula kembali menekan.
“Sekitar pukul 07.44 WITA dia membalas lagi, bahkan menelpon berkali-kali. Karena saya sedang bekerja, telepon itu tidak saya angkat,” ujar Ikram.
Tak berhenti di situ, Nasir Tula mengajaknya bertemu dengan orang-orang yang disebut berasal dari koperasi Poboya. Ikram menolak.
“Saya sampaikan, kalau ingin bertemu silakan ke sekretariat Roemah Jurnalis atau langsung ke redaksi. Tapi dia justru mengirim pesan ajakan berkelahi,” kata Ikram.
Merasa terancam, Ikram melaporkan kasus ini ke Direktorat Reserse Siber Polda Sulawesi Tengah. Laporan itu teregistrasi dalam STPL/331/VIII/RES.2.5./2025/Ditreskrimsiber.
Pemimpin Redaksi Media Alkhairaat, Nurdiansyah, menyatakan dukungan penuh terhadap langkah hukum yang diambil Ikram.
“Motif ancaman ini berawal dari produk jurnalistik Media Alkhairaat. Jadi ini urusan keredaksian kami juga,” ujarnya.
Menurut Nurdin, bila ada pihak yang keberatan dengan pemberitaan, seharusnya menggunakan mekanisme hak jawab, bukan intimidasi.
“Nasir mestinya mengedepankan etika sebagai kawan wartawan. Tidak berhak ia mengintervensi berita kami. Itu jelas pelanggaran dan bisa dijerat Pasal 18 Ayat 1 UU Pers,” tegasnya.
Ia menambahkan, redaksi mempertimbangkan melapor ke Dewan Pers agar sertifikat kompetensi Nasir Tula ditinjau ulang.
“Kalaupun nanti ada permintaan maaf, proses hukum tetap berjalan,” katanya.
Peristiwa ini memicu reaksi Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Sulawesi Tengah, yang terdiri dari LPS-HAM Sulteng, LBH JATAM Sulteng, LBH APIK Sulteng, AJI Palu, IJTI Sulteng, PFI Palu, AMSI Sulteng, dan PWI Sulteng.
Ketua KKJ Sulteng, Moh. Arief, menilai tindakan Nasir Tula sebagai pelanggaran serius terhadap UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“KKJ mendesak aparat penegak hukum mengusut tuntas kasus ini dan menerapkan Pasal 18 UU Pers,” katanya.
KKJ berkomitmen mengawal kasus ini hingga tuntas. Arief juga mengingatkan agar tidak ada lagi oknum yang mengaku wartawan namun justru melindungi tambang ilegal.
“Semestinya dia memahami etika profesi. Tapi justru dia yang melakukan intimidasi, dan itu jelas mengancam hak publik memperoleh informasi,” ujarnya.
Terkait hal itu, Nasir Tula yang dikonfirmasi PaluPoso.id, membenarkan telah mengirim pesan bernada ancaman kepada Ikram. Namun, ia menegaskan bahwa pesan itu bersifat pribadi dalam konteks pertemanan.
Ia menyesalkan kejadian tersebut dan mengaku sudah menyampaikan permintaan maaf kepada Ikram.
“Kemarin siang saya sudah berupaya untuk meminta maaf kepada Ikram,” katanya, Sabtu, 16 Agustus 2025.
Terkait laporan polisi yang dibuat Ikram, Nasir menyatakan siap mengikuti mekanisme hukum yang berlaku.
Ia menambahkan, Ikram adalah temannya dan tidak ada maksud lain di balik pesan tersebut.
Nasir juga mengaku memiliki kehidupan yang berkaitan dengan aktivitas pertambangan di wilayah Poboya. *
Tim