Ketegangan antara warga dan pelaku tambang emas ilegal di Desa Oncone Raya, Kecamatan Tinombo Selatan, Sulawesi Tengah, kembali memuncak. Tak puas dengan pembiaran yang berlarut, ratusan warga dari delapan desa turun tangan sendiri. Mereka menyisir aliran Sungai Tada, membongkar kamp-kamp tambang, dan membakar puluhan mesin dompeng.
Aksi berlangsung Sabtu, 21 Juni 2025, sebagai bentuk protes lanjutan terhadap maraknya pertambangan tanpa izin yang mencemari daerah irigasi utama petani setempat.
Warga bergerak sejak pagi, menyusuri jalur pegunungan menuju hulu sungai. Di lokasi, mereka menemukan dan menghancurkan sekitar 25 unit mesin jet.
“Kami tidak bisa diam lagi. Sungai tercemar, irigasi rusak, sawah-sawah gagal panen,” ujar Agung R. Lamakantja, Ketua Persatuan Rakyat Tani Tinombo Selatan (PRT2S), saat dihubungi pada Senin, 23 Juni 2025.
“Mesin langsung kami rusak dan bakar.” ujarnya.
Menurut Agung, ini bukan kali pertama warga menyuarakan penolakan. Berbagai aksi dan permintaan kepada pemerintah dan aparat penegak hukum telah disampaikan. Namun, respons yang ditunggu tak kunjung datang.
“Warga kecewa. Kami sudah berkali-kali menyampaikan aspirasi, tapi tambang tetap dibiarkan. Sekarang kami bergerak sendiri,” katanya.
Aksi penertiban ini dilakukan secara kolektif, melibatkan warga dari sejumlah desa seperti Oncone Raya, Kanan, dan Tada. Mereka menilai aktivitas tambang ilegal telah mengancam keberlangsungan hidup petani di kawasan selatan Parigi Moutong.
PRT2S mencatat, lebih dari 6.000 hektare lahan pertanian terdampak akibat pencemaran air dan rusaknya jaringan irigasi. Selain gagal panen, warga juga mulai mengalami kesulitan mengakses air bersih.
“Ini bukan sekadar soal lingkungan. Ini soal hak hidup,” tegas Agung.
Warga menegaskan, jika tak ada tindakan tegas dari aparat, mereka akan kembali melakukan penertiban tambang emas ilegal secara mandiri. Mereka juga mendesak proses hukum dijalankan terhadap para pelaku, termasuk pemodal dan pemilik alat berat yang selama ini bebas beroperasi di wilayah tanpa izin itu.
“Jangan tunggu semuanya rusak baru bertindak. Negara harus hadir,” pungkas Agung. **(TIM)