Angka stunting di Kota Palu masih jauh dari target nasional. Berdasarkan data terbaru, prevalensi balita stunting di ibu kota Sulawesi Tengah itu mencapai 25,6 persen. Angka tersebut lebih tinggi dari ambang batas nasional yang ditetapkan pemerintah, yakni 14 persen.
“Pada 2023, stunting kita sempat turun ke 24 persen lalu 21 persen, tapi tiba-tiba naik kembali. Apakah ini karena kita kehilangan fokus?” ujar Wali Kota Palu Hadianto Rasyid dalam rapat koordinasi penanganan stunting di ruang Bantaya, Kantor Wali Kota, Senin (22/9).
Hadianto menegaskan stunting harus menjadi perhatian utama semua pihak, mulai dari organisasi perangkat daerah hingga TP-PKK di tingkat kelurahan dan kecamatan.
Ia meminta setiap TP-PKK menyiapkan rencana aksi konkret, diserahkan ke kecamatan, lalu dikoordinasikan dengan TP-PKK kota.
“Tujuannya agar langkah strategis penurunan stunting benar-benar dipersiapkan,” kata dia.
Dalam forum yang dihadiri wakil wali kota, Imelda Liliana Muhidin, lurah, camat, dan jajaran OPD, Hadianto juga menyinggung capaian Kota Palu yang pada 2023 ditetapkan sebagai satu-satunya kota sehat di Sulawesi Tengah dan memiliki Indeks Pembangunan Manusia tertinggi di kawasan Indonesia Timur.
“Palu adalah ibu kota, maka harus memenuhi standar sebagai sebuah ibu kota,” ujarnya.
Ia menekankan peran penting TP-PKK di lapangan. Ketua TP-PKK kecamatan dan kelurahan, kata dia, akan ditetapkan sebagai Ketua Satgas Penanganan Stunting di wilayah masing-masing melalui surat keputusan.
“Kalau ibu camat, berarti ibu adalah ibunya dari seluruh ibu-ibu di kecamatan itu, termasuk ibu lurah. Olehnya, kita harus bersikap sesuai posisi kita,” tutur Hadianto.
Rapat tersebut merupakan tindak lanjut dari pertemuan dua pekan sebelumnya. Selain evaluasi, forum juga mendengar pemaparan rencana aksi dari TP-PKK di tiap kecamatan dan kelurahan untuk memperkuat koordinasi sekaligus memastikan strategi penurunan stunting berjalan efektif.
PPID